Selasa, 13 September 2016

ARTIKEL TENTANG TOKOH KHARISMATIS DI DALAM MASYARAKAT



Kepemimpinan muncul bersamaan dengan peradaban manusia sejak zaman dahulu dimana orang-orang berkumpul bersama dan bekerja bersama untuk mempertahankan eksistensi hidupnya. Sejak itulah terjadinya kerjasama antar  manusia di dunia dan munculnya unsur kepemimpinan. Kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi perilaku yang menjadi panutan interaksi antar pemimpin dan pengikut serta pencapaian tujuan yang lebih riil dan komitmen bersama dalam pencapaian tujuan dan perubahan terhadap budaya organisasi yang lebih maju. Kepemimpinan juga sering dikenal sebagai kemampuan untuk memperoleh konsensus anggota organisasi untuk melakukan tugas manajemen agar tujuan organisasi tercapai.
Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Kekuasaan merupakan kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi bawahan sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakannya.
Beberapa tipe kepemimpinan telah dikenal, di antaranya adalah tipe kepemimpinan Karismatis. Kepemimpinan karismatik selama ini selalu identik dengan pengamatan pemimpin di politik dan keagamaan bukan kepemimpinan organisasi dan perusahaan. Kharisma berasal dari bahasa yunani diartikan karuniadiispirasi ilahi (divenely inspired gift ) seperti kemampuan meramal dimasa yang akan datang.
Agama sebagai suatu penggerak masyarakat dalam bertindak, menjadikan suatu sistem lain yang ada dalam masyarakat ikut merasakan kehadiran agama. hal itu terjadi seperti salah satu contoh kasus dalam etika Protestan. Namun, tidak hanya terdapat pada kasus tersebut, ada hal lain yang patut dan penting untuk dianalisis terkait dengan wujud institusi agama terhadap masyarakat. Wujud tersebut cukup jelas ketika melirik pada konsep kharismatik yang dijadikan instrument oleh Weber dalam menganalisis peran seorang pemimpin dalam menciptakan suatu perubahan yang radikal dan dinamis.

Konsep kharismatik Weber tersebut tidak lepas dari pembacaan terhadap fenomena-fenomena masyarakat akan gandrung akan seorang pemimpin yang dapat menciptakan suatu perubahan disaat terjadi suatu kondisi krisis. Persoalan yang dihawatirkan terhadapa konsep tersebut, yakni apakah konsep kepemimpinan kharismatik yang melekat sifat kharismatik dapat diturunkan atau diwariskan? Serta sejauh mana peranan kepemimpinan kharismatik dalam melakukan perubahan dalam masyarakat? Dan pada saat apa seorang pemimpin kharismatik itu hadir? Apakah dapat dibentuk secara mekanik atau murni (pure)? Persoalan-persoalan tersebut di atas yang nantinya akan menjadi perbincangan kedepan dalam pembuatan makalah ini.

Oleh karena itu, secara implisit Weber melihat suatu perubahan interaksi sosial masyarakat terdapat factor ekternal didalam-nya yang mendorong tindakan masyarakat untuk melakukan suatu perubahan dengan bertumpu pada intruksi dari orang yang dipercayai dan dihormati akan menimbulkan serta melahirkan perubahan yang inovatif-dinamis serta radikal.

Tipe kepemimpinan karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Kepemimpinan kharismatik dianggap memiliki kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang Maha Kuasa. Kepemimpinan yang kharismatik memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepemimpinan kharismatik memancarkan pengaruh dan daya tarik yang amat besar.
            Syarifudin Abror, yang sering dipanggil dengan sapaan akrabnya “Pak Syarif”, saat ini beliau berusia 47 tahun. Beliau saat ini tinggal di Dusun Ngilon Desa Timahan Kecamatan kampak Trenggalek. Beliau adalah sosok seorang tokoh kharismatis menurut saya, kenapa? Karena beliau adalah orang yang disegani dan dihormati di lingkungan masyarakat sekitar. Beliau juga adalah seorang guru yang sangat di segani oleh semua murid-muridnya, imam yang sangat dihormati dan dihargai di tengah masyarakat, seorang ayah yang sangat sayang terhadap keluarganya, dan seorang tokoh masyarakat yang pemikirannya diterima oleh semua kalangan, semua kelompok dan semua tingkatan masyarakat.
            Di lingkungan sekitar beliau sangat berpengaruh dan perannya juga sangat penting. Yang pertama di bidang keagamaan, beliau adalah ketua jama’ah ta’mir mushola, beliau juga yang telah mendirikan mushola tersebut pada tahun 2015 lalu, karena dulu di lingkungan sekitar masih jarang ada mushola jadi harus pergi ke masjid dan itu sangat jauh, maka dari itu beliau dengan bantuan dan kerjasama beberapa pihak berhasil membangun mushola tersebut sehingga masyarakat di lingkungan sekitar mudah untuk menjangkau perihal melaksanakan ibadah.
            Beliau juga adalah ketua jama’ah yasin, kegiatan keagamaan yang dari dulu sampai sekarang yang masih terus dikembangkan yaitu seperti yasinan itu dilaksanakan satu minggu sekali, manakiban, shalawat nariyah yang di adakan satu bulan sekali, dan masih banyak yang lainnya. Beliau juga mendirikan sekolah TPQ untuk belajar mengaji, bukan hanya untuk kalangan anak-anak tetapi juga untuk orang tuanya agar belajar mengaji (yang belum bisa/lancar) dan itu dilaksanakan setiap hari, libur pada hari jum’at. Selain dari sisi keagamaan, kegiatan ini juga ada sisi pendidikannya.
            Kemudian dalam bidang sosial, beliau juga sangat berperan. Beliau menggerakkan masyarakat sekitar terutama pemuda-pemudanya untuk ikut serta dalam kerja bakti, gotong royong membuat jalan, selokan, membersihkan parit, dan jika ada bencana alam sehingga terjadi kelongsoran di salah satu rumah warga, maka warga lainnya wajib membantu. Dan semua kegiatan itu di adakan sewaktu-waktu jika dibutuhkan. Selain itu beliau juga mengembangkan tradisi kebersihan, dengan mengadakan pergerakan membuat MCK sendiri/pribadi. Karena ini di daerah pedesaan dan pegunungan maka kesadaran masyarakat akan kebersihan biasanya masih kurang, jika buang air besar masih sama-sama di sungai, tetapi sekarang dengan diadakannya gerakan itu mereka bisa menggunakan fasilitas yang dimilikinya sendiri sehingga tidak perlu lagi ke sungai.
            Terbukti bahwa beliau adalah tokoh kharismatis, dengan segala kebijakan dan kegiatan yang diadakan, masyarakat bisa menerima dengan baik, masyarakat mengakui dan mematuhi semua kebijakan yang dibuat.
Konsep kharismatik (charismatic) atau kharisma (charisma) menurut Weber lebih ditekankan kepada kemampuan pemimpin yang memiliki kekuatan luarbiasa dan mistis. Menurutnya, ada lima faktor yang muncul bersamaan dengan kekuasaan yang kharismatik, yaitu : Adanya seseorang yang memiliki bakat yang luarbiasa, adanya krisis sosial, adanya sejumlah ide yang radikal untuk memecahkan krisis tersebut, adanya sejumlah pengikut yang percaya bahwa seseorang itu memiliki kemampuan luarbiasa yang bersifat transendental dan supranatural, serta adanya bukti yang berulang bahwa apa yang dilakukan itu mengalami kesuksesan.
            Melihat definisi di atas, Weber menggunakan istilah itu untuk menjelaskan sebuah bentuk pengaruh yang bukan didasarkan pada tradisi atau otoritas formal tetapi lebih atas persepsi pengikut bahwa pemimpin diberkati dengan kualitas yang luar biasa. Sebab Menurut Weber, kharisma terjadi saat terdapat sebuah krisis sosial, seorang pemimpin muncul dengan sebuah visi radikal yang menawarkan sebuah solusi untuk krisis itu, pemimpin menarik pengikut yang percaya pada visi itu, mereka mengalami beberapa keberhasilan yang membuat visi itu terlihat dapat dicapai, dan para pengikut dapat mempercayai bahwa pemimpin itu sebagai orang yang luar biasa.
Seorang pemimpin yang kharismatik sudah memiliki kemampuan untuk mengakomodir rakyat, karena ia dicintai oleh rakyat. Kehadirannya sudah mendapat restu dari rakyat. Kemudian bagaimana membawa rakyat yang fanatic tersebut kearah yang lebih baik. Mencoba memperbaiki diri sendiri dan juga mengamalkan apa yang disebutkan nenek moyang dahulu dengan konsep Tri dharmanya, yakni Rumongso melu handarbeni (merasa ikut memiliki), Rumongso melu hangrukebi (merasa ikut bertanggung jawab terhadap kehidupan bangsa) mulat sariro hangrosowani (bersedia untuk selalu mawas diri demi perbaikan dimasa mendatang).

Selasa, 06 September 2016

ARTIKEL TENTANG SOLIDARITAS SOSIAL DI DALAM PERATURAN



ARTIKEL TENTANG SOLIDARITAS SOSIAL DI DALAM PERATURAN 
 “PIKET KEBERSIHAN DI KOST”
Solidaritas adalah rasa kebersamaan, rasa kesatuan kepentingan, rasa simpati, sebagai salah satu anggota dari kelas yang sama atau bisa di artikan perasaan atau ungkapan dalam sebuah kelompok yang dibentuk oleh kepentingan bersama.
Konsep solidaritas sosial merupakan konsep sentral Emile Durkheim (1858-1917) dalam mengembangkan teori sosiologi. Durkheim (dalam Lawang, 1994:181) menyatakan bahwa solidaritas sosial merupakan suatu keadaan hubungan antara individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas menekankan pada keadaan hubungan antar individu dan kelompok dan mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat. Wujud nyata dari hubungan bersama akan melahirkan pengalaman emosional, sehingga memperkuat hubungan antar mereka.
Solidaritas antara masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan da­lam pembangunan. Jika membahas mengenai masyarakat, pada umumnya masyara­kat memiliki hubungan satu dengan yang lainnya dikarena fitrah dari manusia yang tidak bisa hidup sendiri atau disebut makhluk sosial. Objek sosiologi hukum adalah masyarakat, hukum, perubahan sosial, interaksi sosial, kelompok sosial, dan pengaruh timbal balik antara masyarakat dan hukum.
Bentuk-Bentuk Solidaritas Sosial
a.Gotong-Royong
Bentuk solidaritas yang banyak kita temui di masyarakat misalnya adalah gotong-royong. Menurut Hasan Shadily (1993: 205), gotong-royong adalah rasa dan pertalian kesosialan yang sangat teguh dan terpelihara. Gotong-royong lebih banyak dilakukan di desa daripada di kota di antara anggota-anggota golongan itu sendiri. Kolektivitas terlihat dalam ikatan gotong-royong yang menjadi adat masyarakat desa. Gotong-royong menjadi bentuk solidaritas yang sangat umum dan eksistensinya di masyarakat juga masih sangat terlihat hingga sekarang, bahkan Negara Indonesia ini di kenal sebagai bangsa yang mempunyai jiwa gotong-royong yang tinggi. Gotong-royong masih sangat dirasakan manfaatnya, walaupun kita telah mengalami perkembangan jaman, yang memaksa mengubah pola pikir manusia menjadi pola pikir yang lebih egois, namun pada kenyataanya manusia memang tidak akan pernah bisa untuk hidup sendiri dan selalu membutuhkan bantuan dari orang lain untuk kelangsungan hidupnya di masyarakat.
b.Kerjasama
Selain gotong-royong yang merupakan bentuk dari solidaritas sosial adalah kerjasama. Menurut Hasan Shadily (1993: 143-145), kerjasama adalah proses terakhir dalam penggabungan. Proses ini menunjukan suatu golongan kelompok dalam hidup dan geraknya sebagai suatu badan dengan golongan kelompok yang lain yang digabungkan itu. Kerjasama merupakan penggabungan antara individu dengan individu lain, atau kelompok dengan kelompok lain sehingga bisa mewujudkan suatu hasil yang dapat dinikmati bersama. Setelah tercapainya penggabungan itu barulah kelompok itu dapat bergerak sebagai suatu badan sosial. Sehingga kerjasama itu diharapkan memberikan suatu manfaat bagi anggota kelompok yang mengikutinya dan tujuan utama dari bekerjasama bisa dirasakan oleh anggota kelompok yang mengikutinya.

Piket kebersihan di dalam kost juga termasuk ke dalam bentuk solidaritas sosial di dalam sebuah peraturan. Kenapa begitu? Karena suatu jadwal piket itu dibentuk agar mempunyai tugas yang sama rata untuk membersihkan kost, ada kerjasama untuk menciptakan kost yang bersih dengan cara membagi tugas dan bergantian setiap harinya. Nah disitu akan tercipta sebuah kesolidaritasan, kekompakan dan kerjasama antar teman. Disitu jelas terjadi proses sosial dan membuktikan bahwa mereka tidak bisa hidup sendiri dan saling membutuhkan, dan kegiatan piket kebersihan ini juga sebagai bentuk dari bentuk gotong-royong dan kerjasama.
Dan jika tidak melaksanakan piket / bersih-bersih maka akan di berlakukan sebuah denda, semisal jika tidak piket akan di denda 5 ribu rupiah/anak. Jadi ini adalah sebuah bentuk peraturan dan jika dilanggar atau tidak dilaksanakan maka akan terkena denda. Nah dari paparan di atas sudah jelas itu adalah keadaan dimana telah terjadi sebuah solidaritas sosial didalam sebuah peraturan. Hukuman diberlakukan hanya semata-mata agar pelanggar hukum jera dan mendapat hukuman yang sebanding dengan pelanggaranya. Hukuman diberikan oleh individu yang memang diberi tugas untuk melakukan kontrol sosial.
Menurut Redfield sentiment komunitas mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
1.  Seperasaan, yaitu karena seseorang berusaha mengidentifikasi dirinya den­gan sebanyak   mungkin orang dalam kelompok tersebut sehingga kese­muannyaa dapat menyebutkan dirinya sebagai kelompok kami (warga).
2. Sepenanggungan, yaitu setiap individu sadar akan peranannya dalam ke­lom­pok yanag dijalankan.
3. Saling butuh, yaitu individu yang tergantung dalam masyarakat setem­pat me­rasakan dirinya tergantung pada komunitasnya meliputi fisik maupun psikologinya.

Dari hal-hal di atas dapat diambil kesimpulan bahwa solidaritas sosial terjadi karena beberapa faktor di atas sehingga dalam bersolidaritas benar- benar memliki rasa untuk saling tolong-menolong satu sama lain dengan didasarkan atas 3 persamaan di atas. Sedangkan faktor lain dari terbentuknya solidaritas sosial adalah adanya interaksi yang menjadi faktor utama dalam bersolidaritas sosial terutama dalam hal pembangunan, karena jika di dalam solidaritas sosial tidak ada atau mengalami kegagalan interaksi akan menghambat terjadinya solidaritas sosial.

Berbicara tentang solidaritas mungkin merupakan hal yang sangat mudah dilakukan oleh banyak orang, tetapi setelah kita mengerti betapa pentingnya solidaritas itu dikehidupan kita, sudah selayaknya kita mengusahakan agar solidaritas itu tetap ada dan tidak hilang. Faktor-faktor yang mendukung adanya solidaritas dari dalam diri hendaknya ditumbuh kembangkan menjadi suatu kebiasaan yang positif. Solidaritas tidak hanya sebatas teori saja yang memiliki tujuan dan peranan penting dalam kehidupan setiap orang, melainkan juga suatu praktik yang bersifat rendah hati, tulus dari dalam diri dan terus-menerus. Hendaknya setiap orang yang mencintai perbedaan dan orang yang selalu menutup diri terhadap perbedaan, dapat mengaplikasikan solidaritas antar orang lain, sehingga tujuan dari solidaritas itu sendiri tercapai.
Manfaat yang bisa kita ambil dari rasa solidaritas adalah saling membantu satu sama lain dan rasa peduli untuk teman-teman, biasanya sering di lingkungan kita adalah rasa solidaritas atau rasa kepedulian teman-teman, biasanya pertengkaran sering antara rekan-rekan dan dari Itu di mana kita bisa melihat ada atau tidak rasa solidaritas.
Banyak manfaat yang bisa kita ambil dari rasa solidaritas dan kepedulian terhadap orang lain berarti menunjukkan rasa penting nya solidaritas dalam kehidupan manusia di mana solidaritas dalam kehidupan sehari-hari untuk menjaga kekerabatan ke tetangga, teman, atau keluarga sehingga pas untuk menumbuhkan rasa solidaritas dalam diri kita sendiri dan menjaga yang tidak hilang kami juga harus mampu memanfaatkan arti sebenarnya dari solidaritas dengan kami.
Prinsip solidaritas
  • Terjaganya rasa persaudaraan dan pertemanan terhadap sesama;
  • Timbulnya rasa kepedulian terhadap teman dan keluarga;
  • Lebih peka terhadap lingkungan sekitar;
  • Terjalinnya kekompakan terhadap teman.
Dapat disimpulkan bahwa solidaritas merupakan alat yang seharusnya dijadikan anggota masyarakat sebagai alat untuk memupuk rasa persaudaraan antar anggota masyarakat. Dengan adanya solidaritas masyarakat menjadi lebih bisa mengerti keadaan sesama warga, selain itu mereka juga bisa saling tolong menolong antara warga masyarakat. Di dalam bersolidaritas sosial juga sangat diperlukan sekali interaksi sosial karena pada umumnya saat melakukan solidaritas sosial kita sudah melakukan interaksi sosial pula, dan rasanya sangat tidak mungkin apabila dalam bersolidaritas tidak ada sama sekali interaksi di dalamnya yang terjadi antar sesama anggota masyarakat, sehingga apabila solidaritas sosial telah terjadi maka secara tidak langsung telah terjadi interaksi sosial di dalamnya.